Sunday, July 19, 2015

Pengertian Pendidikan Kesehatan Sekolah

Pengertian Pendidikan Kesehatan Sekolah
Pendidikan kesehatan sekolah adalah suatu proses pelayanan kesehatan di sekolah melalui pendidikan.Pendidikan kesehatan itu sendiri adalah suatu proses bimbingan kesehatan.Tujuan umum pendidikan kesehatan sekolah adalah meningkatkan kemampuan hidup sehat.Dan tujuan khusus dari pendidikan kesehatan sekolah itu adalah yang pertama agar peserta didik memiliki pengetahuan,sikap dan keterampilan untuk berperilaku hidup sehat,yang kedua adalah agar peserta didik sehat rohani,jasmani dan sosialnya,yang ketiga adalah agar peserta didik memiliki daya tangkal terhadap pengaruh lingkungan buruk.
Pelaksanaan pendidikan kesehatan sekolah adalah yang pertama melalui intrakulikuler,yang kedua melalui kokulikuler dan yag ketiga adalah melalui ekstrakulikuler.
Pengertian Sehat Dan Sakit
Sehat adalah suatu keadaan tubuh dimana sehat rohani, jasmani, dan sosialnya. Dalam arti kata tidak ada satu pun hal yang buruk dalam diri kita.
Sehat menurut UU No.3/1961 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan dengan selaras dengan keadaan orang lain.
Sakit adalah suatu keadaan tubuh yang mengalami ganguan baik jasmani, rohani, dan sosialnya, yang disebabkan oleh faktor kelalaian, keturunan, dan faktor alam
PEMELIHARAN KESEHATAN PRIBADI
Yang dimaksud dengan kesehatan pribadi adalah segala usaha dan tindakan seseorang untuk menjaga, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan sendiri dalam batas-batas kemampuannya, supaya mendapatkan kesenangan hidup, dan mempunyai tenaga untuk kerja yang sebaik-baiknya.
Kesehatan pribadi adalah tubuh seseorang yang bersih dari segala penyakit yaitu berasal dari dalam tubuh manusia maupun luar tubuh manusia tersebut. Pribadi yang sehat bisa dikatakan sehat bila luar dan dalam tubuh pribadi seseorang itu sudah bersih dari segala penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan pribadi tersebut seperti kesehatan pada mata, kulit, hidung, telinga, rambut dan gigi.

Monday, April 13, 2015

KAROMAH WALI

  1. A.    Karomah Wali
    1. 1.      Pengertiang Karomah Wali

Karamah berasal dari bahasa arab (كرم), karamah secara bahasa mengandung tiga pengertian, yakni al-ikram, kemuliaan atau kehormatan; al-taqdir, penghargaan; dan al-wala', persahabatan atau pertolongan. yang berarti kemuliaan, keluhuran, dan anugerah.Menurut istilah pada muamalah (pergaulan) karomah memiliki arti orang yang mulia dan dermawan. karamah merupakan kewenangan mutlak Allah. Hanya Allah yang berhak memberikan karamah kepada siapa saja yang senantiasa dekat dengan-Nya, taat dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya, serta membersihkan dirinya lahir-batin.

Allah mengaruniakan wali-walinya berbagai kejadian luarbiasa. Hal itu diberikan kepadamereka sebagai rahmat dari Allah dan bukan kerana hak mereka.Karamah biasa disebut sebagai kejadian yang luar biasa yang diberikan Allah kepada hamba-hambanya yang selalu meningkatkan ibadahnya dan ketaatannya. Karamah diberikan sebagai suatu pembekalan ilmu atau ujian bagiseorang wali.

Menurut al-Hujwiri (465 H/1072 M) seorang penulis tasawuf, karamah bisa diberikan kepada seorang wali selama ia tidak melanggar ketentuan-ketentuan agama. Sebab karamah itu merupakan tanda kelurusan seorang wali. Allah tidak akan pernah mem­berikan karamah kepada orang yang tidak berpegang teguh kepada syariat, meskipun ia mengaku dirinya wali. Pengakuan orang menjadi wali dan mendapatkan karamah, padahal ia tidak berpegang teguh kepada syariat menunjukkan bahwa pengakuannya sebagai wali itu palsu.

Adapun tujuan dari karomah itu sendiri adalah

  1. Dapat menambah keyakinan kepada Allah.
  2. Untuk menguatkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali, seperti yang terjadi pada masa-masa terdahulu. Berbeza halnya dengan masa-masa terakhir. Kaum salaf salih tidak pernah memerlukan karamah sedikit pun.
  3. Adanya karamah sebagai bukti anugerah, atau pangkat yang diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah

Jikapun Allah tidak berkehendak untuk memperlihatkan karamah bagi seorang mukmin, mungkin kerana Allah swt memang tidak ingin melakukannya, atau mungkin juga seorang mukmin itu memang belum pantas mendapatkannya. Adapun kemungkinan pertama, dapat memberi penilaian yang tidak baik terhadap takdir Allah swt, tentunya hal itu dapat menyebabkan ingkar kepada Dzat Allah. Sedangkan kemungkinan yang kedua adalah takmungkin, sebab hal itu termasuk hal yang batil. Mengetahui Dzat Allah, sifat-sifatnya, perbuatan-perbuatanNya, hukum-hukumNya, nama-namaNya, mencintaiNya, mentaatiNya dan senantiasa menyebutnya dan memujinya, tentunya hal itu lebih mulia dari sekedar memberi se-potong roti, menundukkan seekor ular atau seekor singa.

Para ulama sering menunjuk kisah-kisah di dalam Al-Qur’an sebagai argumentasi adanya karamah.Pertama, kisah Maryam binti 'Imran yang senantiasa memperoleh buah segar bukan pada musimnya, padahal ia tidak pernah keluar dari mihrab, seperti tergambar pada ayat Allah, "Setiap Zakariyya masuk ke dalam mihrab untuk menemui Maryam ia menemukan makanan di sisinya. Zakaria berkata, 'Hai, Maryam!Dari mana kamu memperoleh makanan ini?'Maryam menjawab, 'Makanan itu dari sisi Allah.'Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan.(QS AH Imran 3: 37).

Kedua, kisan ashab al-kahf yang tidur selama tiga ratus sembilan tahun di dalam gua kemudian bangun dalam keadaan sehat walafiat, sebagaimana tergambar pada ayat Allah, "Kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur.Kami membolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintugua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentu kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentu hati kamu akan dipenuhi ketakutan terhadap mereka (18). Mereka tinggal di dalam gua tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun lagi (25)."(QS al-Kahf 18: 18 dan 25).

Ketiga, kisah sahabat Nabi Sulayman yang dapat memindahkan singgasana Ratu Balqis dari Negeri Saba (Yaman) ke Palestina sebelum Nabi Sulayman mengedipkan mata, seperti tergambar pada ayat Allah, "Berkata-lah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab, "Aku akan membawa singgasana kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka ketika Nabi Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: 'Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari nikmat-Nya. Dan barangsiapa yang bersyukur maka se-sungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan diri-nya sendiri dan barangsiapa ingkar, maka sesung-guhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.'"(QS al-Naml 27: 40).

Menurut al-Kalabadzi, karena Allah bisa saja memperlihatkan kepada musuh-musuh-Nya sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan dalam bentuk istidraj (ujian yang membawa malapetaka) bagi mereka dan menyebabkan mereka mendapat kebinasaan. Sebab istidraj di dalam diri mereka akan menumbuhkan kesornbongan dan merasa diri mereka mulia. Mereka pun akan memandang-nya sebagai karamah yang pantas mereka miliki berkat amal mereka. Mereka memandang dirinya memperoleh keutamaan dibandingkan orang lain karena ibadahnya. Adapun para wali, jika muncul pada diri mereka karamah dari Allah, mereka bertambah rendah hati, tunduk, dan berserah kepada Allah. Dengan demikian, sikap para wali terhadapa karamah yang diberikan kepada mereka, akan menambah penghargaan Allah kepada mereka. Mereka pun bersyukur kepada Allah atas pemberian karamah kepada mereka.

Karamah atau penghargaan Allah kepada para wali itu selain diberikan dalam bentuk al-firasah, juga diberikan dalam bentuk al-busyra(berita gembira).Al-Qur’an menghubungkan al-busyradengan keteguhan hati dalam meyakini Allah sebagai rabb.Kemudian Allah menurunkan malaikat untuk mendampingi mereka yang memiliki keteguhan hati tersebut sehingga mereka tidak merasa takut dan tidak bersedih, serta menganugrahkan al-busyrade­ngan surga yang dijanjikan kepada mereka. Penjelasan tersebut bisa kita simak pada ayat berikut: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh "surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS Fussilat 41: 30)

Al-Hakim al-Tirmidzi menyebutkan bahwa al-busyra(berita gembira) adalah al-ru'ya al-salihah, yakni mimpi yang benar, yang diberikan kepada para wali sehingga mereka tidak merasa takut dan tidak bersedi.Abu al-Darda' pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang al-busyra.Nabi SAW menjawab, "Belum pernah ada seorang pun yang menanyakan al-busyrakepadaku.Al-Busyrai adalah mimpi yang benar yang dilihat oleh seorang hamba. Sesungguhnya mimpi seorang beriman adalah firman Allah yang disampaikan Tuhan kepada hambanya pada saat tidur."

Al-Hakim al-Tirmidzi menambahkan bahwa al-busyrajuga diberikan ke dalam hati seorang wali dalam keadaan yaqzah (sadar). Sebab, menurut al-Hakim al-Tirmidzi, kalbu itu merupakan khazanat Allah (perbendaharaan Tuhan), sehingga Tuhan bisa saja memberikan informasi kepada kalbu orang yang dicintai-Nya dalam keadaan bangun atau sadar .

Dalam pada itu, persoalan karamat al-awliyd' seperti dipaparkan di atas tidak bisa diterima dan disepekati oleh semua orang.Menurut al-Tirmidzi, adanya orang-orang yang menolak karamat al-awliya' disebabkan mereka tidak mengetahui persoalan ini kecuali sekadar kulitnya saja.

Penolakan mereka terhadap karamat al-awliya', disebabkan oleh kadar akses mereka terhadap Allah. Akses mereka terhadap Allah hanya sebatas mengesakannya, bersungguh-sungguh di dalam mewujudkan al-sidq (kejujuran), bersikap benar dalam mewujudkan kesungguhan sehingga mereka meraih posisi al-qurbah (dekat dengan Allah); namun, mereka buta terhadap karunia dan akses Allah kepada hamba-hamba pilihannya.Demikian Juga mereka buta terhadap mahabbah (cinta) dan ra'fah (kelembutan) Allah kepada kekasih-Nya sehingga mereka mendapat karamat al-awliya', yakni keramat para wali.

Para ulama memandang karamat al-awliyd' (keramat para wali) sama dengan mu'jizat al-anbiya (mukjizat para Nabi); namun, mereka menempatkan karamah di bawah peringkat mu'jizat. Sahl ibn Abd Allah al-Tasturi (282 H/896 M) berpendapat bahwa: "Ayat bagi Allah, mu'jizat bagi para nabi, dan karamah bagi para wali dan kaum muslirnin pilihan.

  1. 2.      Pembagian Karomah Wali
  2. Karamah Hissiyyah

Karamah Hissiyyah yaitu karamah yang dapat dirasa dan dilihat dengan mata, seperti dapat berjalan di atas air atau dapat terbang di udara. Karamah pertama yang bersifat hisiyyah dinyatakan al-Hakim al-Tirmidzi dengan istilah al-karamah atau al-ayat yang berarti tanda kewalian.Menurutnya, keberadaan karamah yang bersifat hisiyyah dipersoalkan oleh sebagian ulama eksoteris. Mereka menolak adanya karamat al-awliya' seperti kemampuan berjalan di atas air dan kemampuan memperpendek atau mempercepat jarak perjalanan di bumi. Mereka menolak karena mempersepsikan karamat al-awliya' dari sudut pandang mereka sendiri.Mereka mengira bahwa karamat al-awliyd' tersebut sebenarnya merupakan tanda-tanda kerasulan yang khusus bagi diri para rasulullah.

 

  1. Karamah Ma’nawiyyah

Karamah Ma’nawiyyah yaitu Istiqamahnya seseorang untuk mengabdi kepada Tuhannya, baik secara zahir maupun batin. Karamah macam ini banyak diharapkan para wali-wali Allah. Kata mereka: “Istiqamah lebih baik dari seribu karamah.Al-Hakim al-Tirmidzi menyebut karamah yang kedua yang bersifat ma'nawiyyah dengan sifat al-awliya'' (sifat para wali).Ia merinci al-karamat al-ma'nawiyyah atau sifat al-awliya’(sifat para wali) itu sebagai berikut: Pertama, para wali tidak pernah merasakan cemas terhadap ejekan orang yang mengejek karena hati mereka senantiasa bersama Allah.Kedua, Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah. Ketiga, para wali bersikap rendah hati terhadap orang-orang beriman dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, bersifat lembut, santun, dan penyayang kepada sesama orang beriman, bukan kelembutan yang lemah, dan bukan pula kelembutan karena tidak ber-pendirian. Keempat, para wali memiliki pendirian yang tegas dan menyatakan diri mereka sebagai pembela Allah, tidak saling mendengki, tidak bersikap radikal, pemarah, dan tidak pula bersikap penindas.Kelima, Allah telah menggoreskan keimanan di dalam hati mereka, dan mereka senantiasa menghiasi kalbu mereka dengan kecintaan kepada keimanan dan membenci sikap dan perbuatan yang dapat mengurangi keimanan.

Paparan di atas menyatakan dua hal penting.Pertama, para wali penerima firasat itu demikian dekat dengan Allah.Hijab atau tabir sudah terangkat dari dalam dirinya.Ia memandang dengan cahaya Tuhan. Pandangannya menembus batas-batas ruang dan waktu.Kedua, firasat itu bagian dialog Tuhan dengan para wali. Dialog Tuhan itu tidak hanya berlangsung dengan para nabi, tetapi juga berlangsung dengan orang-orang beriman, baik umat para nabi terdahulu maupun umat Nabi Muhammad SAW. Di antara umat Nabi Muhammad SAW yang pernah berdialog dengan Allah adalah Umar ibn al-Khattab.

Kedua jenis karamah tersebut, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat ma’nawi, menurut pandangan al-Hakim al-Tirmidzi, merupakan penghargaan dari Allah kepada para kekasihnya.Penghargaan tersebut selain diberikan dalam bentuk karamah seperti yang sudah disebutkan, juga diberikan oleh Allah kepada para wali dalam bentuk al-firasah.Menurutnya, al-firasah itu merupakan bagian dari al-hadits (dialog Tuhan dengan para wali). Jika Allah telah memberikan al-firasah kepada para wali, maka Allah tidak akan membiarkan setan menghapus firasat itu dari dalam kalbunya. Al-Hakim al-Tirmidzi meyakini bahwa para wali mendapatkan al-firasah karena hijab di antara mereka dengan Allah sudah terangkat.Ia memperkuat pandangannya tentang adanya al-firasah tersebut dengan mengutip sabda Nabi yang berikut: "Hendaklah bersikap hati-hati terhadap firasat orang beriman karena sesungguhnya orang beriman itu memandang dengan cahaya Allah." (HR Bukhari dan al-Tirmidzi).Selain itu, dari A'isyah, Nabi bersabda, "Sungguhpada umat terdahulu terdapat orang-orang yang berbicara dengan Tuhan.Jika salah seorang mereka ada pada umatku, tentu dia adalah 'Umar ibn al-Khattdb".(HR Muslim).

Keberadaan karamah bagi para wali dapat disepakati oleh para ulama.Namun, tidak ada korelasi antara penerimaan karamah bagi para wali dengan keharusan menetapkan ismah (keterpeliharaan dari berbuat dosa) bagi mereka. Keharusan menisbahkan ismah kepada selain nabi hanya disepakati oleh kalangan Syi'ah saja.Kaum Syi'ah mengharuskan ismah bagi para imam mereka. Hisyam ibn al-Hakam, memandang bahwa: "Sesungguh-nya seorang imam itu lebih perlu memiliki ismah daripada seorang nabi, sebab seorang nabi mendapatkan wahyu sehingga Allah membentenginya dari kesalahan sedangkan imam tidak mendapatkan wahyu sehingga ia perlu memilikinya.

Abu Hurairah menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda: ” Adakalanya seorang hina yang biasa ditolak bila mengetuk pintu orang namun jika ia berdoa pasti terkabulkan”(hadits riwayat muslim). Di lain kesempatan Rasulullah saw bersabda Takutlah kamu dengan firasat seorang mukmin, sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah.” (hadits riwayat tirmidzi, thabrani, ibnu Adi dan An-Najar didalam kitab at-Tarikh).

Dalam pada itu, al-Hakim al-Tirmidzi (320 H/935 M/) memandang karamat al-awliya' merupakan alamat al-awliya' fi al-zahir (ciri-ciri para wali secara lahiriah) yang juga dinamakannya al-ayat (tanda-tanda kewalian). Menurutnya, ada enam ciri pokok para wali secara lahiriah.

  1. Para wali adalah orang-orang yang apabila orang-orang muslim berzikir kepada Allah, mereka pun turut berzikir dan jika para wali berzikir, maka kaum muslimin yang berada satu majelis dengan mereka pun kalbunya terbawa berzikir kepada Allah.
  2. Para wali memiliki al-firasah (firasat), yakni kecerdasan emosi untuk merasakan dan menangkap sesuatu yang dirahasiakan oleh orang lain.
  3.  Para wali mendapat ilham dari Allah.
  4. Adanya kesepakatan semua orang bahwa mereka yang disebut para wali  adalah orang-orang terpuji.
  5. Doa mereka dikabulkan oleh Allah.
  6. Kadang-kadang munculnyatanda-tanda kewalian atau karamah pada diri mereka. seperti kemampuan memperpendek atau mempercepat jarak tempuh perjalanan di bumi atau dapat berjalan di atas air.[1]


[1]Ensiklopedia Tasawufjilid 3, (Bandung: Angkasa, 2008)

WALI SUFI

  1. A.    Wali Sufi
    1. 1.      Pengertian Wali Sufi

Menurut Abu ‘Ali al-Juzjani, Seorang wali adalah orang yang lebur-binasa dari kondisinya, kekal dalam menyaksikan Yang Maha benar. Allah-lah yang mengatur siasat lakunya, sehingga pancaran sinar kedekatan bertubi-tubi menyinarinya. Tak ia miliki lagi kuasa atas dirinya,  juga tak ada lagi ketetapan bersama yang selain Allah.  Sementara itu Wali atau kewalian menurut bahasa mempunyai  arti:

1)      Dekat. Jika seseorang senantiasa mendekatkan dirinya kepada allah, dengan memperbanyak kebajikan, keikhlasan dan ibadah, maka Allah akan menjadi dekat kepadanya dengan limpahan rahmat dan pemberinya, maka disaat itu orang itu menjadi wali.

2)      Orang yang senantiasa di pelihara dan di jauhkan Allah dari perbuatan maksiat dan ia hanya diberi kesempatan untuk taat saja.

Asal kata wali dari kata al-wala’ yang berarti hampir dan juga bantuan. Jadi kesimpulannya wali Allah itu adalah orang yang menghampirkan dirinya kepadaAllah dengan melaksanakan apa yang diwajibkan atasnya,sedangkan hatinya pula senantiasa sibuk kepada allah dan asyik untuk mengenal kebesaran Allah.

Diterangkan dalam ar-Risalah al-Qusyayriyyah bahwa wali memiliki dua pengertian.[1]

  1. sebagai obyek pasif (maf’ul). Yang artinya, Wali adalah orang yang segala urusannya diatur oleh Allah. Allah berfirman, “Dan Dia melindungi orang-orang yang saleh”. Dia sama sekali tidak bergantung pada dirinya dalam menempuh suatu rencana, melainkan Allah yang mengendalikan segala urusannya.
  2. sebagai subyek aktif (fa’il). Artinya, Wali adalah orang yang urusannya hanya beribadah menyembah Allah dan menaati-Nya. Ia terus beribadah tanpa disusupi sedikitpun laku kemaksiatan.

Dari pengertian di atas, dapat diambildisimpulkan bahwa keduanya menjadi persyarat wajib untuk menjadi seorang Wali sejati. Dengan penekanan, seorang wali wajib melaksanakan hak-hak Allah dengan sepenuh jiwa dan raga, dan Allah pun senantiasa menjaganya dalam kondisi sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Dan seorang Wali haruslah mahfuz.

Wujud dari para wali-wali Allah tidak dapat dinafikkan dan mereka yang merupakan para kekasih Allah yang terdapat di seluruh pelosok bumi dimana sahajanya terdapat orang yang beriman. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengingatkan hakikat wujudnya para wali serta keramahan mereka di dalam kitabnya fatwa Ibnu Taimiyah “Wali Allah adalah orang-orang yang mukmin yang bertakwa kepada Allah. Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada ketakutan pada diri mereka dan mereka tidak merasa kuatir. Mereka beriman dan bertakwa kepada Allah, dalam artian mentaati firman-firmannya, penciptaannya, izinnya, dan kehendaknya, dan termasuk dalam ruang lingkup agama. Kedudukan sebagai wali hanya dapat diberikan kepada orang-orang yang telah nyata ketakwaannya.sementara orang yang nyata telah mengenal tasawuf dan tarekat melanggar syari’ah tidak dapat diberikan kedudukan wali.

  1. 2.      Macam-macam dan Urutan Wali

Seperti halnya para nabi dan rasul yang martabat serta kedudukannya tidak sama antara satu dengan yang lainnya, para aulia juga diberi martabat serta berlainan. Di kalangn para Anbiya dan Rasul yang jumlahnya sangat ramai (Nabi lebih 124.000 dan Rasul 315) sementara yang wajib diketahui hannya 25 orang  sedangkan sisanya tidak wajib untuk diketahui.

Dari 25 Nabi dan Rasul ada 5 orang yang dikaruniai martabat yang tinggi, atau yang lebih dikenal dengan ‘Ulul Azmi’, yaitu Muhammad SAW. Ibrahim a.s, Isa a.s, dan Nuh a.s. para aulia juga mempunyai martabat yang berbeda-bada, namun tidak ada sipapun yang dapat mengenal pasti siapakah diantara para Aulia tersebut yang paling tinggi martabatnya kecuali Allah. Fungsi atau peran nabi dan rasul yang diutus kepada manusia harus membuktikan bahwasannya mereka di bekalkan mukjizat yang dikaruniakan oleh Allah kepada mereka. Akan tetapi para Aulia tidak wajib membuktikan diri mereka sebagai Aulia melalui karomah yang dikaruniakan Allah kepada mereka. Bahkan para Aulia dikehendaki merahsiakan kewalian mereka, apalagi martabat mereka, kecuali dalam keadaan darurat atau terdesak saja. Oleh Sebab  itu para Aulia  tidak dapat dikenal pasti yang lebih tinggi martabatnya dari pada yang lain, martabat para Aulia itu dapat dikenal hanya melalui karamah mereka, sedangkan karamah mereka tidak wajib ditontonkan kepada orang ramai, kecuali jika terdesak. Tingkatan para wali dapat dibagi atas beberapa tingkatan sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing disisi Allah swt. Syeikh Muhyiddin Ibnul Arabi memberikan penjelasan tentang tingkatan dan pembahagian para wali yang diterangkan dalam kitabnya “Fathul Makkiyah” pada bab ke-73 yang diringkas oleh Syeikh Al Manawi dalam mukaddimah Thabaqat Sughrahnya yaitu:

1)      Al-Aqtab (الأقطاب)

Al Aqtab adalah darajat kewalian yang tertinggi. Jumlah wali yang mempunyai darjat tersebut terbatas 1 orang saja untuk setiap masanya. Seperti Abu Yazid Al Busthami dan Ahmad Ibnu Harun Rasyid Assity. Di antara mereka ada yang mempunyai kedudukan di bidang pemerintahan, meskipun tingkatan taqarrubnya juga mencapai darjat tinggi, seperti para Khulafa’ur Rasyidin, Al Hasan Ibnu Ali, Muawiyah Ibnu Yazid, Umar Ibnu Abdul Aziz dan Al Mutawakkil.

2)      Al-A’immah

Al Aimmah berasal dari kata tunggal imam yang mempunyai arti pemimpin. Setiap masanya hanya ada 2 orang saja yang dapat mencapai darjat Al Aimmah. Keistimewaannya, ada di antara mereka yang pandangannya hanya alam malakut saja, ada pula yang pandangannya hanya tertumpu di alam malaikat saja.

3)      Al-Autad

Al Autad berasal dari kata tunggal Al Watad yang mempunyai arti pasak. Yang memperoleh darjat Al Autad hanya 4 orang saja setiap masanya. Mereka tinggal di utara, di timur, di barat dan di selatan bumi, mereka bagaikan penjaga di setiap pelusuk bumi.

4)      Al-Abdal

Al Abdal berasal dari kata Badal yang mempunyai arti menggantikan. Yang memperoleh darjat Al Abdal itu hanya 7 orang dalam setiap masanya. Setiap wali Abdal ditugaskan oleh Allah swt untuk menjaga suatu wilayah di bumi ini. Dikatakan di bumi ini mempunyai tujuh daerah. Setiap daerah dijaga oleh seorang wali Abdal. Jika wali Abdal itu meninggalkan tempatnya, maka ia akan digantikan oleh yang lain. Ada seorang yang bernama Abdul Majid Bin Salamah pernah bertanya pada seorang wali Abdal yang bernama Muaz Bin Asyrash, amalan apa yang dikerjakannya sampai ia menjadi wali Abdal? Jawab Muaz Bin Asyrash: “Para wali Abdal mendapatkan darjat tersebut dengan empat kebiasaan, yaitu sering lapar, gemar beribadah di malam hari, suka diam dan mengasingkan diri”.

5)      An-Nuqaba’

An Nuqaba’ berasal dari kata tunggal Naqib yang mempunyai arti ketua suatu kaum. Jumlah wali Nuqaba’ dalam setiap masanya hanya 12 orang. Wali Nuqaba’ itu diberi karamah mengerti sedalam-dalamnya tentang hukum-hukum syariat. Dan mereka juga diberi pengetahuan tentang rahasia yang tersembunyi di hati seseorang. Mereka juga  mampu untuk meramal tentang watak dan nasib seorang melalui bekas jejak kaki seseorang yang ada di tanah. Sebenarnya hal ini tidaklah aneh. Kalau ahli jejak dari Mesir mampu mengungkap rahsia seorang setelah melihat bekas jejaknya.

6)      An-Nujaba’

An Nujaba’ berasal dari kata tunggal Najib yang mempunyai arti bangsa yang mulia. Wali Nujaba’ pada umumnya selalu disukai orang. Dimana saja mereka mendapatkan sambutan orang ramai. Kebanyakan para wali tingkatan ini tidak merasakan diri mereka adalah para wali Allah. Yang dapat mengetahui bahawa mereka adalah wali Allah hanyalah seorang wali yang lebih tinggi darjatnya. Setiap zaman jumlah mereka hanya tidak lebih dari 8 orang.

7)      Al-Hawariyun

Al Hawariyun berasal dari kata tunggal Hawariy yang mempunyai arti penolong. Jumlah wali Hawariy ini hanya ada 1 orang di setiap zamannya. Jika seorang wali Hawariy meninggal, maka kedudukannya akan diganti orang lain. Di zaman Nabi hanya sahabat Zubair Bin Awwam saja yang mendapatkan darjat wali Hawariy seperti yang sabda Nabi: “Setiap Nabi mempunyai Hawariy. Hawariyku adalah Zubair ibnul Awwam”. Walaupun Nabi mempunyai cukup banyak sahabat yang setia dan selalu berjuang di sisi beliau. Tetapi beliau berkata demikian, kerana beliau tahu hanya Zubair saja yang meraih darjat wali Hawariy. Kelebihan seorang wali Hawariy biasanya seorang yang berani dan pandai berhujjah.

8)      Al-Rajbiyun

Ar Rajbiyun berasal dari kata tunggal Rajab. Wali Rajbiyun itu adanya hanya pada bulan Rajab saja. Mulai awal Rajab hingga akhir bulan mereka itu ada. Selanjutnya keadaan mereka kembali biasa seperti semula. Setiap masa, jumlah mereka hanya ada 40 orang saja. Para wali Rajbiyun ini tersebar di berbagai wilayah. Di antara mereka ada yang saling mengenal, tapi kebanyakannya tidak. Disebutkan bahwa ada sebahagian orang dari Wali Rajbiyun yang dapat melihat hati orang-orang Syiah melalui kasyaf. Ada dua orang Syiah yang mengaku sebagai Ahlu Sunnah dihadapan seorang wali Rajbiyun. Lalu keduanya diusir, kerana wali Rajbiyun itu melihat keduanya berupa dua ekor babi, sebab keduanya membenci Abu Bakar, Umar dan sahabat-sahabat lain. Keduanya hanya mencintai Ali dan sejumlah sahabatnya. Ketika keduanya bertanya padanya, maka si wali tersebut berkata: “Aku lihat kamu berdua berupa dua ekor babi, kerana kamu menganut mazhab Syiah dan membenci para sahabat Nabi”. Ketika berita itu disadari kebenarannya oleh keduanya, maka keduanya mengaku benar dan segera memohon ampun kepada Allah. Pada umumnya, di bulan Rajab sejak awal harinya para wali Rajbiyun menderita sakit, sehingga mereka tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Selama bulan Rajab, mereka senantiasa mendapat berbagai pengetahuan secara kasyaf, kemudian mereka memberitahukannya kepada orang lain. Anehnya penderitaan mereka hanya berlangsung di bulan Rajab. Setelah bulan Rajab berakhir, maka kesehatan mereka kembali seperti semula.

9)      Al-Khatamiyun

Derjat Al Khatamiyun adalah sebagai penutup para wali. Jumlah mereka hanya 1 orang. Tidak ada derajat kewalian umat Muhammad yang lebih tinggi dari tingkatan ini. Jenis wali ini hanya akan ada di akhir masa, yaitu ketika Nabi Isa as datang kembali. Di antaranya, ada para Wali yang hatinya seperti Nabi Adam as. Jumlah mereka hanya tiga ratus orang. Sabda Nabi saw: “Mereka berhati seperti hati Adam as”. Mereka diberi anugerah tersendiri oleh Allah swt. Syeikh Muhyidin berkata: “Jumlah wali jenis ini bukan hanya tiga ratus orang saja dikalangan umatnya, tetapi ada juga dikalangan umat-umat lain. Tentang keberadaan mereka hanya dapat diketahui secara kasyaf. Setiap masanya dunia tidak pernah kosong dari keberadaan mereka. Mereka mempunyai budi pekerti ilahi mereka amat dekat disisi Allah. Doa mereka selalu diterima oleh Allah. Mereka senang dengan doa: “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami suka menganiaya diri kami. Jika Engkau tidak berkenan memberi ampunan dan kasih sayang kepada kami, pasti kami akan termasuk orang-orang yang rugi”. Di antara mereka ada pula yang berhati seperti hati Nabi Nuh as. Jumlah mereka hanya 40 orang di setiap zamannya. Hati mereka seperti hatinya Nabi Nuh as. Beliau adalah Nabi dan Rasul pertama. Mereka suka berdoa, seperti doa Nabi Nuh as yang artinya: “TuhanKu, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan sesiapa sahaja dari orang beriman, lelaki ataupun wanita yang masuk ke dalam rumahku dan jangan Engkau tambahkan bagi orang-orang yang berbuat aniaya kecuali kebinasaan”. Tingkatan wali dari jenis ini sukar diraih orang, sebab ciri khas mereka sangat keras dalam menegakkan agama, seperti sifat Nabi Nuh as. Mereka selalu memperhatikan sabda Nabi saw yang artinya: “Barangsiapa yang beribadah selama empat puluh hari dengan penuh ikhlas, maka akan terpancar ilmu hakikat dari lubuk hatinya ke lidahnya”. Di antaranya pula ada yang berhati seperti hati Nabi Ibrahim. Jumlah wali jenis ini hanya ada tujuh orang dalam setiap zamamnya. Rasulullah saw pernah menceritakan tentang mereka dalam salah satu sabdanya. Mereka suka dengan doa Nabi Ibrahim as yang artinya: “Tuhanku, berikan kepadaku kebijaksanaan, dan ikutkan aku kepada orang-orang salih”. Mereka diberi keistimewaan yang luar biasa, hati mereka dibersihkan dari rasa ragu, rasa dengki dan rasa buruk sangkaterhadap Khalik maupun makhluk, mereka terlindung dari perbuatan buruk. Syeikh Muhyiddin berkata: “Aku pernah menemui salah seorang dari jenis wali tersebut, aku kagum dengan kemuliaan budi pekertinya, luas pengetahuannya dan kesucian hatinya, sampai aku beranggapan bahwa kesenangan surga telah dipercepatkan baginya”. Di antaranya pula ada yang berhati seperti hati Malaikat Jibril. Jumlah wali jenis ini hanya ada lima orang sahaja dalam setiap zamannya. Rasulullah saw pernah menyebut tentang mereka dalam salah satu sabdanya. Mereka diberi kekuatan seperti yang diberikan kepada malaikat Jibril yangamat kuat. Di hari kiamat kelak, mereka akan dikumpulkan dengan malaikat Jibril. Dan malaikat Jibril senantiasa membantu rohani mereka, sehingga mereka selalu terpimpin. Di antaranya pula ada yang berhati seperti hati MalaikatMikail. Jumlah mereka hanya ada tiga orang dalamsetiap masanya. Keistimewaan mereka suka berlemahlembut terhadap semua orang, dan mereka diberi kekuatan seperti Malaikat Mikail. Di antaranya pula ada yang berhati seperti hati Malaikat Izrafil. Jumlah mereka hanya ada satu orang dalam setiap zaman. Nabi saw pernah menyebut tentang mereka dalam salah satu sabdanya. Menurut pengamatan kami, Syeikh Abu Yazid Al Bustami termasuk salah seorang dari jenis wali ini. Termasuk juga Nabi Isa as. Syeikh Al Muhyiddin berkata: “Di antara tokoh-tokoh sufi ada yang diberi hati seperti hati Nabi Isa, kedudukan mereka sangat tinggi di sisi Allah swt”. Di antaranya pula ada yang diberi hati seperti hati Nabi Daud as.

10)  Rijalul Ghaib

Rijalul Ghaib atau manusia-manusia misteri. Jumlah wali jenis ini hanya 10 orang di setiap masa. Mereka orang-orang yang selalu khusyu’, mereka tidak berbicara kecuali dengan perlahan atau berbisik, kerana mereka merasa bahwa Allah swt selalu mengawasi mereka. Mereka sangat misteri, sehingga keberadaan mereka tidak banyak dikenal kecuali oleh ahlinya. Mereka selalu rendah hati, malu dan mereka tidak banyak mementingkan kesenangan dunia. Boleh dikata segala tindak tanduk mereka selalu misteri. Di antaranya pula ada yang selalu menegakkan agama Allah. Jumlah mereka hanya 18 orang di setiap masa. Ciri khas mereka adalah selalu menegakkan hukum-hukum Allah. Dan mereka bersikap keras terhadap segala penyimpangan. Syeikh Abu Madyan termasuk salah seorang di antara mereka. Beliau berkata kepada murid-muridnya: “Tampilkan kepada manusia tanda ridha kamu sebagaimana kamu menampilkan rasa ketidaksenangan kamu, dan perlihatkan kepada manusia segala nikmat yang diberikan Allah, baik yang zahiriyah mahupun batiniyah seperti yang dianjurkan Allah dalam firmanNya  Surah Adh Dhuha:ayat 11 “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaknya engkau menyebut-nyebutnya sebagai tanda bersyukur”

11)  Rijalul Quwwatul Ilahiyah

RijalulQuwwatul Ilahiyah ialah orang-orang yang diberi kekuatanoleh Tuhan. Jumlah mereka hanya 8 orang saja disetiap zaman. Wali jenis ini mempunyai keistimewaan, yaitusangat tegas terhadap orang kafir dan terhadap orang-orang yang suka memperkecilkan agama. Sedikit pun mereka tidak takut oleh kritikan orang. Di kota Fez ada seorang yang bernama Abu Abdullah Ad Daqqaq. Beliau dikenal sebagaiseorang wali dari jenis Rijalul Quwwatul Ilahiyah. Di antaranya pula ada jenis wali yang sifatnya keras dan tegas. Jumlah mereka hanya ada 5 orang disetiap zaman. Meskipun watak mereka tegas, tetapi sikap mereka lemah lembut terhadap orang-orang yang suka berbuat kebajikan.

12)  Rijalul Hanani Wal Athfil Ilahi

Mereka diberi rasa kasih sayang Allah. Jumlah mereka hanya ada 15 orang di setiap zamannya. Mereka selalu bersikap kasihsayang terhadap manusia baik terhadap yang kafir sekalipun. Mereka melihat manusia dengan pandangan kasih sayang, kerana hati mereka dipenuhi rasa insaniyah yang penuh rahmat.

13)  Rijalul Haibah Wal Jalal

 Jumlah mereka hanya 4 orang di setiap masa. Jenis wali tingkatan ini dikenal sebagai orang yang hebat dan mengkagumkan, meskipun sifat mereka lemah lembut, tetapi orang-orang yang menemui mereka akan tunduk. Mereka tidak dikenal di bumi, tapi mereka adalah orang-orang yang dikenal di langit. Di antara mereka ada yang mempunyai hati seperti Nabi Muhammad saw, ada pula yang mempunyai hati seperti Nabi Syuaib, Nabi Salleh dan Nabi Hud. Sayyid Muhyiddin berkata: “Aku pernah menemui wali golongan ini di kota Damsyik”.

14)  Rijalul Fathi

Rijalul Fathi artinya rahasia-rahasia Allah swt selalu terbuka bagi mereka. Jumlah mereka hanya ada 24 orang di setiap masanya. Meskipun demikian, mereka tidak pernah berkumpul di satu tempat dalam jumlah sebanyak itu. Adanya mereka menyebabkan terbukanya pintu-pintu pengetahuan, baik yang nyata mahupun yang rahsia.

15)  Rijalul Ma’arij Al’-‘Ula

Jumlah mereka hanya 7 orang di setiap masa. Mereka termasuk wali-wali tingkatan tinggi, mereka adalah orang-orang pilihan.

16)  Rijalu Tahtil Asfal

Rijalu Tahtil Asfal, yaitu mereka yang berada di alam terbawah di bumi. Jumlah mereka tidak lebih dari 21 orang di setiap masa. Ciri khas wali ini, hati mereka selalu hadir di hadapan Allah.

17)  Rijalul Imdadil Ilahi Wal Kaun

Mereka yang selalu mendapat kurunia Ilahi. Jumlah mereka tidak lebih dari 3 orang di setiap masa. Mereka selalu mendapat pertolongan Allah untuk menolong manusia sesamanya. Sikap mereka dikenal lemah lembut dan berhati penyayang. Mereka senantiasa menyalurkan anugerah-anugerah Allah kepada manusia. adanya mereka menunjukkan berpanjangannya kasih sayang Allah kepada makhluknya.

18)  Ilahiyun Rahmaniyun

Ilahiyun Rahmaniyun, yaitu manusia-manusia yang diberi rasakasih sayang yang luar biasa. Jumlah mereka ini hanya 3 orang di setiap masa. Sifat mereka seperti wali-wali Abdal, meskipun mereka tidak termasuk didalamnya. Kegemaranmereka suka mengkaji firman-firman Allah.

19)  Rijalul Istithaalah

Merupakan manusia yang selalu mendapat pertolongan Allah. Jumlah mereka hanya 1 orang dalam setiap masa. Yang termasuk kelompok ini adalah Syeikh Abdul Qadir Jilani. Mereka selalu menolong manusia dan mereka sangat ditakuti.

20)  Rijalul Ghina Billah

Orang-orang yang tidak memerlukan kepada manusia sedikit pun. Jumlah mereka hanya 2 orang di setiap masanya. Mereka selalu mendapat siraman rohani dari alam malakut, sehingga kelompok ini tidak memerlukan kepada bantuan sesiapa pun, selain bantuan Allah.

21)  Rijalu ‘Ainut Tahkim Waz Zawaid

Jumlah mereka hanya 10 orang di setiap zamannya. Mereka senantiasa meningkatkan keyakinannya terhadap masalah-masalah yang ghaib. Seluruh hidup mereka terlihat aktif di semua aktivitas ibadah.

22)  Rijalul Isytiqaq

Mereka yang selalu rindu kepada Allah. Jumlah mereka hanya 5 orang di setiap zamannya. Kegemaran mereka hanya memperbanyak sholat di siang hari dan di malam hari.

23)  Al-Mulamatiyah

Mereka tergolong dari wali derajat yang tinggi, pimpinan tertingginya adalah Nabi Muhammad saw. Mereka sangat berhati-hati dalam melaksanakan syariat Islam. Segala sesuatu mereka tempatkan di tempatnya yang tepat. Tindak tanduk mereka selalu didasari rasa takut dan hormat kepada Allah. Sudah tentu keberadaan mereka sangat diperlukan, meskipun mereka tidak terbatas. Ada kalanya jumlah mereka meningkat, tetapi ada kalanya pula jumlah mereka berkurangan.

24)  Al-Fuqara’

Jumlah mereka ada kalanya meningkat dan ada kalanya berkurangan. Ciri khas mereka ini selalu merendahkan diri.

25)  As-Sufiyyah

Jumlah mereka tidak terbatas. Ada kalanya banyak dan ada kalanya berkurangan. Mereka dikenal sebagai wali yang amat luhur budi pekertinya. Mereka selalu menghias diri mereka dengan kebajikan-kebajikan yang sesuai dengan ketinggian budi pekerti mereka.

26)  Al-‘Ibaad

Al Ibaad. Mereka dikenali sebagai orang-orang yang suka‘beribadah. Ibadah merupakan kegiatan mereka sehari-hari, mereka suka mengasingkan diri di gunung-gunung, di lembah-lembah dan di pantai-pantai. Di antara mereka ada yang malu bekerja, tetapi kebanyakan dari mereka meninggalkan semua kegiatan duniawi. Puasa sepanjang masa dan beribadah di malam hari merupakan syiar mereka. Sebab, menurut mereka dunia ini adalah tempat untuk menyuburkan amal-amal di akhirat. Abu Muslim Al Khaulani adalah di antara wali tingkatan ini. Biasanya jika ia merasa letih ketika beribadah di malam hari, maka ia memukul kedua kakinya seraya berkata: “Kamu berdua lebih pantas dipukul dari binatang ternakanku”.

27)  Az-Zuhaad

 Mereka termasuk orang-orang yang sukameninggalkan kesenangan duniawi. Mereka mempunyai harta, tetapi mereka tidak pernah menikmatinya sedikitpun,seluruh hartanya mereka nafkahkan pada jalan Allah. Sayyid Muhyiddin berkata: “Di antara bapak saudaraku adayang tergolong dari wali tingkatan ini”. Disebutkan bahawa Syeikh Abdullah At Tunisi, seorang ahli ibadah di masanya, ia dikenal sebagai salah seorang wali Az Zuhad. Pada suatu hari, penguasa kota Tilmasan menghampiri tempat Syeikh Abdullah seraya berkata kepadanya: “Wahai Syeikh Abdullah, apakah aku boleh sholat dengan pakaian kebesaranku ini?” Mendengar pertanyaan itu, Syeikh Abdullah tertawa. Tanya si penguasa: “Mengapa engkautertawa, wahai Syeikh? Jawab Syeikh Abdullah: “Aku tertawa kerana lucunya pertanyaanmu tadi, sebab mengapa engkau bertanya kepadaku seperti itu, padahal pakaianmu dan makananmu dari harta yang haram?” Mendengar jawaban Syeikh Abdullah seperti itu, maka si penguasa menangis dan menyatakan taubatnya kepada Syeikh, selanjutnya ia meninggalkan kekuasaannya demi untuk  mengabdikan diri kepada Syeikh Abdullah, sehingga beliau berkata: “Mintalah doa kepada Yahya Bin Yafan, sesungguhnya ia adalah seorang penguasa dan seorang ahli zuhud, andaikata aku diuji sepertinya, mungkin aku tidak dapat melaksanakannya”.

28)  Rijalul Maa’i

Merupakan para wali yang senantiasa beribadah dipinggir-pinggir laut dan sungai. Mereka tidak banyak dikenal, karena mereka suka mengasingkan diri. Disebutkan, bahwa Syeikh Abu Saud Asy Syibli pernah berada di pinggir sungai Dajlah di Baghdad. Ketika hatinya bergerak: “Apakah ada diantara hamba-hamba Allah yang beribadah di dalam air?”Tiba-tiba ada seorang yang muncul dari dalam air serayaberkata: “Ada, wahai Abu Saud. Di antara hamba-hambaAllah ada juga yang beribadah di dalam air dan aku termasukdi antara mereka. Aku berasal dari negeri Takrit, aku sengajakeluar, karena beberapa hari mendatang akan terjadi musibahdi negeri Baghdad”. Kemudiania menghilang ke dalam air.Kata Abu Saud: “Ternyata tidak lebih dari 15  harimusibah memang terjadi.”

29)  Al-Afrad

 Mereka termasuk wali-wali berkedudukan tinggi. Diantara mereka adalah Syeikh Muhammad Al ‘Awani, sahabatkarib Syeikh Abdul Qodir Al Jailani. Mereka ini jarangdikenal manusia awam, kerana kedudukan mereka terlalutinggi. Jumlah mereka tidak terbatas. Ada kalanya jumlahmereka meningkatdan ada kalanya pula berkurangan.

30)  Al-Umana’

AlUmana’ artinya orang-orang yang dapat diberikankepercayaan. Di antara mereka adalah Abu Ubaidah IbnulJarrah, sepertimana yang disebutkan oleh Nabi saw: “AbuUbaidah adalah orang yang paling dapat diberi kepercayaandi antara umat ini”. Jumlah mereka tidak terbatas. Merekajarang dikenal manusia, karena mereka tidak pernahmenonjol ditengah masyarakatnya.

31)  Al-Qurra’

Mereka ahli membaca Al Quran. Menurut sebuahhadis, wali ini termasuk orang-orang yang dekat denganAllah, karena mereka ahli Al Quran, mereka harusdimuliakan. Syeikh Sahal Bin Abdullah At Tusturi termasukdi antara mereka.

32)  Al-Ahbab

Orang-orang yang dikasihi. Jumlah mereka tidak terbatas, adakalanya meningkat, adakalanya pula berkurangan. Mereka mencapai tingkatan ini disebabkanmereka melaksanakan segala ibadah dan karena cinta kepada Allah. Ibadah yang didasari cinta, lebih baik dariibadah yang berharap pahala dan surga. Maka, mereka mendapat kasih sayangAllah yang luar biasa.

33)  Al-Muhaddathun

Orang-orang yang selalu diberi ilham olehAllah. Menurut hadits Nabi, ada sebaagian dari umatkuyang diberi ilham dari Allah. Maka Umar Bin Al Khattabtermasuk salah satu dari mereka. Sayyid Muhyiddin Ibnu Arabi ra berkata: “Di zaman kami ada pula wali-wali AlMuhaddathun, di antaranya adalah  Abul Abbas Al Khasyab dan Abu Zakariya Al Baha-i”. Para wali yang tergolong dalam golongan ini senantiasa mendapat bisikan-bisikan rohani dari penduduk alam malakut, misalnya dari Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail, sebab rohani mereka sudah dapat menembus alam arwah atau alam malakut.

34)  Al-Akhilla’

AlAkhilla’. Mereka adalah orang-orang yang dicintai Allah,sebab segala ibadah yang mereka lakukan selalu didasari cinta kepada Allah. Jumlah mereka tidak terbatas, adakalanya meningkat dan adakalanya berkurangan.

35)  As-Samra’

As Samra’ adalah berkulit hitam manis.Jumlah mereka tidak terbatas. Mereka termasuk orang-orangyang senantiasa berdialog dengan Allah, sebab hati merekaselalu dipenuhi rasaketuhanan yang tiada taranya.

36)  Al-Wirathah

Mereka yang mendapat warisan dari Allah. Mereka adalah para ulama, pewaris para Nabi. Kelompok ini termasuk orang-orang yang gemar beribadah sampai melebihi dari batas kemampuannya. Mereka suka mengasingkan diri di tempat-tempat terpencil demi untuk memenuhi kecintaannya kepada Allah.



[1]Mawlana ‘Abd ar-Rahman Jami, Pancaran Ilahi Kaum Sufi (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), h. 21

SHOLAD TAHAJUD

2.1  Pengertian Sholat Tahajud

Salat tahajjud adalah salat sunnat yang dikerjakan di malam hari setelah terjaga dari tidur. Salat tahajjud termasuk salat sunnat mu'akad (salat yang dikuatkan oleh syara'). Salat tahajjud dikerjakan sedikitnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas.

 

Sholat Tahajud adalah sholat malam (sholatullail). Bila kita dapat senantiasa melaksanakan sholat ini, niscaya kita akan selalu dekat dengan Alloh Swt. dan dimudahkan segala keinginan dan hidup kita.

Rosulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya pada waktu malam ada satu saat ( waktu. ). Seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan didunia maupun diakhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan itu berlaku setiap malam.”( HR Muslim ).

 

Di Hadits yang lain, Rosulullah SAW bersabda: “Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun ( ke langit dunia ) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman : “ Barang siapa yang menyeru-Ku, akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaanya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia.” ( HR Bukhari dan Muslim )

 

 

 

 

  1. A.    Waktu Pelaksanaan Solat Tahajud

Shalat tahajjud itu dapat dikerjakan dipermulaan, di pertengahan atau di penghabisan malam, asalkan sesudah menunaikan shalat isya dan sesedah tidur. Sebaik-baiknya waktu untuk melakukan shalat malam itu ialah sepertiga malam yang terakhir.

 

Sholat Tahajud harus dilaksanakan setelah tidur. Meskipun waktu pelaksanaanya ditetapkan sejak waktu isya’ hingga shubuh, waktu yang afdhal (waktu utama) untuk melaksanakannya adalah;

  • Sangat utama : 1/3 malam pertama ( Ba’da Isya – 22.00 )
  • Lebih utama : 1/3 malam kedua ( pukul 22.00 – 01.00 )
  • Paling utama : 1/3 malam terakhir ( pukul 01.00 – Subuh ).

 

Abu Muslim bertanya kepada Abu Dzar : “ Diwaktu manakah yang lebih utama kita mengerjakan sholat malam?” Abu Dzar menjawab : “Aku telah bertanya kepada Rosulullah SAW sebagaimana engkau tanyakan kepadaku ini.” Rosulullah SAW bersabda :“Perut malam yang masih tinggal adalah 1/3 yang akhir. Sayangnya sedikit sekali orang yang melaksanakannya.” (HR Ahmad)

Jadi waktu yang paling afdhal sehingga keinginan atau do’a kita ijabah (dikabulkan) adalah 1/3 malam yang terakhir.

a)      Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda:”Tuhan kita ‘azza wa jalla tiap malam turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir. Pada saat itu Allah berfirman: ‘Barang siapa yang berdo’a kepada-Ku pasti Kukabulkan, barang siapa yang memohon pada-Ku pasti Kuberi, dan barang siapa yang meminta ampun padaKu pasti Ku ampuni.’

b)      Dari Amr bin Absah : “Saya mendengar Nabi saw bersabda: ‘Sedekat-dekatnya hamba pada Allah ialah pada tengah malam yang terakhir. Maka jikalau engkau dapat termasuk golongan orang yang berdzikir kepada Allah pada saat itu, usahakanlah’!

 

Tata Cara Solat Tahajud

1.      Waktu pelaksanaannya adalah setelah shalat isya sampai sebelum waktu shubuh. (Berdasarkan HR. al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah). Tetapi yang paling baik adalah pada sepertiga akhir malam (Berdasarkan HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Jabir).

2.      Shalat tahajud boleh dikerjakan secara berjamaah (berdasarkan HR. Muslim dari Ibnu 'Abbas), dan boleh juga dilakukan sendirian.

3.      Diawali dengan shalat iftitah dua rakaat. (Berdasarkan HR. Muslim, Ahmad dan Abu Daud dari Abu Hurairah). Adapun cara melaksanakan shalat iftitah adalah sebagai berikut:

a.       Sebelum membaca al-Fatihah pada rakaat pertama, membaca do'a iftitah:

سُبْحَانَ اللهِ ذِي الْمَلَكُوْتِ وَالْجَبَرُوْتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ

"Subhaanallaahi dzil-malakuuti wal-jabaruuti wal-kibriyaa’i wal 'adzamah".Artinya: “Maha suci Allah, Dzat yang memiliki kerajaan, kekuasaan, kebesaran, dan keagungan.”

b.      Hanya membaca surat al-Fatihah (tidak membaca surat lain) pada tiap rakaat. (Berdasarkan HR. Abu Daud dari Kuraib dari Ibnu 'Abbas). Adapun bacaan lainnya seperti; bacaan ruku’, i'tidal, sujud dan lainnya sama seperti shalat biasa.

c.       Shalat iftitah boleh dilakukan secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. (Berdasarkan HR ath-Thabrani dari Hudzaifah bin Yaman)

4.      Setelah itu, melaksanakan shalat sebelas rakaat. Beberapa hadis Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa shalat tahajud bisa dilaksanakan dengan berbagai cara, di antaranya adalah:

a.       Melaksanakan empat rakaat + empat rakaat + tiga rakaat (4 + 4 + 3 = 11 rakaat). (Berdasarkan HR. Al-Bukhari dari 'Aisyah)

b.      (2 + 4 + 4 + 3 + =13 rakaat). (Berdasarkan HR. Muslim dari 'Aisyah).

5.      Pada shalat witir, hendaknya membaca surat al-A'la setelah al-Fatihah pada rakaat pertama, surat al-Kafirun pada rakaat kedua, dan al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga. Setelah salam, sambil duduk membaca:

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ (3x)

“Subhanal-malikil-qudduus.” (3x)

Artinya: “Maha Suci (Allah), Dzat Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Suci.”,

dengan mengeraskan dan memanjangkan pada bacaan yang ketiga, lalu membaca:

 رَبِّ الْمَلائِكَةِ وَالرُّوحِ

“Rabbil-malaaikati war-ruuh”.

Artinya: “Yang Menguasai para malaikat dan ruh.”

(Berdasarkan HR. al-Baihaqi, juz 3/ no. 4640; Thabrani, juz 8/ no. 8115; Daruqutni, juz 2/ no. 2, dari Ubay bin Ka'ab. Hadis ini dikuatkan oleh 'Iraqi)

6.      Membaca do'a.

Di antara  do'a-do'a yang dibaca Rasulullah Saw. adalah:

a.       Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا.

Artinya: “Ya Allah, berikanlah di dalam hatiku cahaya, di dalam penglihatanku cahaya, di dalam pendengaranku cahaya. Dan (berikanlah) cahaya dari sebelah kananku, cahaya dari sebelah kiriku, cahaya dari atasku, cahaya di bawahku, cahaya di depanku, cahaya di belakangku, dan berikanlah cahaya pada seluruh tubuhku.”

b.       Berdasarkan riwayat Muslim dari 'Aisyah:

اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari siksa-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari (siksa)-Mu. Aku tidak dapat lagi menghitung pujian yang ditujukan kepada-Mu. Engkau adalah sebagaimana pujian-Mu terhadap diri-Mu sendiri.”

c.       Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas:

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ إِلَهِي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.

Artinya: “Ya Allah, hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau cahaya (penerang) langit dan bumi. Hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau Penegak langit dan bumi. Hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau Yang Mengatur langit dan bumi beserta isinya. Engkau adalah Dzat yang haq. Janji-Mu adalah benar. Firman-Mu adalah benar. Perjumpaan dengan-Mu adalah benar. Surga adalah nyata. Neraka adalah nyata. Para nabi adalah benar. Hari kiamat adalah nyata. Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berserah diri. Hanya kepada-Mu aku beriman. Hanya kepada-Mu aku bertawakal. Hanya kepada-Mu aku kembali. Hanya atas pertolongan-Mu aku berjuang. Hanya kepada-Mu aku mohon keadilan. Maka ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, yang aku lakukan secara sembunyi-sembunyi dan yang terang-terangan. Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau.”

Doa-doa tersebut bisa dibaca ketika sujud, setelah membaca shalawat pada tasyahud akhir, atau ketika selesai shalat.

Sedangkan tata cara shalat dhuha (disebut juga shalat awwabin) adalah sebagai berikut:

1.      Dilaksanakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepenggal atau setinggi tonggak (maksudnya bukan pada waktu matahari baru terbit), dan berakhir menjelang masuk waktu zhuhur (Berdasarkan HR. Muslim dari Ummu Hani’). Dalam Jadwal Waktu Shalat, waktu shalat dhuha dimulai sekitar setengah jam setelah matahari terbit (syuruq).

2.      Shalat dhuha dapat dilaksanakan sebanyak:

  1. Dua rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari Abu Hurairah).
  2. Empat rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari 'Aisyah).
  3. Delapan rakaat dengan melakukan salam tiap dua rakaat (berdasarkan HR. Abu Daud dari Ummu Hani’).
  4. Boleh dikerjakan dengan jumlah rakaat yang kita inginkan. Berdasarkan hadis:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ. [رواه مسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari 'Aisyah, ia berkata; Rasulullah saw mengerjakan shalat dhuha empat rakaat dan adakalanya menambah sesukanya.” (HR. Muslim)

Al-'Iraqi mengatakan dalam Syarah at-Tirmidzi, "Aku tidak melihat seseorang dari kalangan sahabat maupun tabi'in yang membatasi jumlahnya pada dua belas rakaat. Demikian juga pendapat Imam as-Suyuti, dari Ibrahim an-Nakha'i; bahwa seseorang bertanya kepada Aswad bin Yazid, "Berapa rakaat aku harus shalat dhuha?" Ia menjawab, "terserah kamu". (Fiqh as-Sunnah, jilid 1, hal 251, terbitan Dar al-Fath li al-'Ilam al-Arabi. Hadist-hadist yang menyatakan jumlah rakaatnya dua belas tidak ada yang lepas dari cacat. (Subul as-Salam, juz 2, hal. 19, terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyah)

3.      Sebaiknya tidak dilaksanakan secara terus-menerus setiap hari. Berdasarkan hadis:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى قَالَتْ لَا إِلَّا أَنْ يَجِيءَ مِنْ مَغِيبِهِ.[رواه مسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Aku bertanya kepada 'Aisyah, "Apakah Nabi Saw. selalu melaksanakan shalat dhuha?", 'Aisyah menjawab, "Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya.” [HR. Muslim]

Syu'bah meriwayatkan dari Habib bin Syahid dari Ikrimah, ia mengatakan; "Ibnu 'Abbas melakukan shalat dhuha sehari dan meninggalkannya sepuluh hari". Sufyan meriwayatkan dari Mansur, ia mengatakan; "Para sahabat tidak menyukai memelihara shalat dhuha seperti shalat wajib. Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya". (Zad al-Ma'ad, juz 1, hal 128, terbitan Dar ar-Royyan li at-Turats)

4.      Shalat dhuha dapat dikerjakan secara berjamaah. Berdasarkan hadis:

Artinya: “Diriwayatkan dari Itban bin Malik ---dia adalah salah seorang shahabat Nabi yang ikut perang Badar dari kalangan Ansar--- bahwa dia mendatangi Rasulullah saw lalu berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku sekarang tidak percaya kepada mataku (maksudnya, matanya sudah kabur) dan saya menjadi imam kaumku. Jika musim hujan datang maka mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka, sehingga aku tidak bisa mendatangi masjid untuk mengimami mereka, dan aku suka jika engkau wahai Rasulullah datang ke rumahku lalu shalat di suatu tempat shalat sehingga bisa kujadikannya sebagai tempat shalatku. Ia meneruskan: Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Akan kulakukan insya Allah”. Itban berkata lagi: Lalu keesokan harinya Rasulullah saw dan Abu Bakar ash-Shiddiq datang ketika matahari mulai naik, lalu beliau meminta izin masuk, maka aku izinkan beliau. Beliau tidak duduk sehingga masuk rumah, lalu beliau bersabda: “Mana tempat yang kamu sukai aku shalat dari rumahmu? Ia berkata: Maka aku tunjukkan suatu ruangan rumah”. Kemudian Rasulullah saw berdiri lalu bertakbir, lalu kami pun berdiri (shalat) di belakang beliau. Beliau shalat dua rakaat kemudian mcngucapkan salam”. [Muttafaq Alaih].

عَنْ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي بَيْتِهِ سُبْحَةَ الضُّحَى فَقَامُوا وَرَاءَهُ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ. [رواه أحمد والدارقطني وابن خزيمة]

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Itban ibn Malik, bahwasanya Rasulullah saw mengerjakan shalat di rumahnya pada waktu dhuha, kemudian para sahabat berdiri di belakang beliau lalu mengerjakan shalat dengan shalat beliau.” [HR. Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban]

Ada pula satu hadis riwayat Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban dari A’idz ibn ‘Amr, yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad saw pada suatu kesempatan pernah melaksanakan shalat dhuha bersama para sahabat beliau.

 

B. Keutamaan Shalat Tahajud

Sahabat Abdullah bin Salam mengatakan, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:

“Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam dan berikanlah makanan serta sholat malamlah diwaktu manusia sedang tidur, supaya kamu masuk Surga dengan selamat.” (HR Tirmidzi)

 

 

Bersabda Nabi Muhammad saw:

“Seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunnat di waktu malam.” (HR Muslim)

Selain itu, Allah sendiri juga berfirman:

Pada malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji. (QS Al-Isra’: 79)

Dari Jabir r.a., ia barkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda: Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam.” (HR Muslim dan Ahmad)

“Lazimkan dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang saleh sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR Ahmad).

 

C. Jumlah Raka’at dalam Shalat Tahajud

Raka’at dalam shalat malam (Tahajud) tidak dibatasi jumlahnya, tetapi paling sedikit dilaksanakan dalam 2 ( dua ) raka’at. Adapun jumlah yang paling utama adalah 11 ( sebelas ) raka’at atau 13 ( tiga belas ) raka’at, dengan 2 ( dua ) raka’at shalat Iftitah.

 

Tata cara (Kaifiat) mengerjakannya yang baik adalah setiap 2 ( dua ) rakaat diakhiri satu salam. Sebagaimana diterangkan oleh Rosulullah SAW :“ Shalat malam itu, dua-dua.” ( HR Ahmad, Bukhari dan Muslim )

Menurut keterangan Said Ibnu Yazid, Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat malam 13 raka’at dengan tata cara sebagai berikut :

  1. 2 raka’at shalat Iftitah.
  2. 8 raka’at shalat Tahajud.
  3. 3 raka’at shalat witir.

 

Adapun surat yang dibaca dalam shalat Tahajud adalah:

  • Pada raka’at pertama setelah surat Al-Fatihah, membaca Surat Al-Baqarah ayat 284-286.
  • Pada raka’at kedua setelah membaca surat Al-Fatihah, membaca surat Ali Imron 18-19 dan 26-27.

Apabila kita belum hafal surat-surat tersebut, maka boleh membaca surat yang lain yang sudah dihafal.

 

D. Adab sholat Tahajud

Mengambil petunjuk Nabi s.a.w didalam menunaikan sholat malam.
1. Berniat Sholat Malam Ketika Menjelang Tidur

"Segala amal perbuatan itu berdasarkan niatnya."HR. Bukhori (1) dan Muslim (1907).

"Barangsiapa mendatangi ranjangnya dalam keadaan berniat untuk bangun mengerjakan sholat di malam hari, kemudian ia tertidur hingga Shubuh, maka dituliskanlah untuknya pahala niat sholat malam tersebut, sedangkan tidurnya itu merupakan sedekah untuk dirinya dari Robbnya Azza Wajalla."

HR. Nasa'i (1786), Ibnu Majah (1344), dan Hakim (I/311).

2. Berdzikir Ketika Bangun Tidur

Diriwayatkan dari Ummu Salamah bin Abdirrohman bin Auf bahwa ia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Aisyah rodhiyallahu anha, 'Dengan apa Nabi s.a.w biasanya membuka sholatnya jika beliau bangun di malam hari?' Aisyah menjawab, 'Jika Nabi s.a.w bangun di malam hari, maka beliau membuka sholatnya dengan bacaan doa : (yang artinya: Ya Alloh, Robbnya malaikat Jibril, Mika'il dan Isrofil, Pencipta langit dan bumi, serta yang mengetahui yang ghoib dan yang nampak, Engkau yang membuat hukum(untuk memutuskan perkara) diantara hamba-hamba-Mu mengenai apa yang mereka perselisihkan. Maka, berikanlah aku petunjuk akan kebenaran tentang apa yang diperselisihkan padanya dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa saja yang Engkau kehendaki menuju jalan yang lurus." HR. Muslim (770)

Imam Nawawi di dalam Al-Majmu' mengatakan, "Disunnahkan bagi setiap orang yang bangun untuk mengerjakan sholat malam agar mengusap wajahnya, bersiwak, serta memandang ke langit seraya membaca ayat-ayat akhir surat Ali 'Imron, yaitu, 'Inna fî kholqis samâwâti wal ardhi.. Hal ini berdasarkan pada hadits dari Rosulullah s.a.w yang disebutkan dalam Ash-Shohîhain." Al Majmû' (IV/45).

 

3. Bersiwak Ketika Hendak Sholat

Diriwayatkan dari Hudzaifah r.a. , bahwa Nabi s.a.w jika bangun untuk mengerjakan sholat tahajud di malam hari, maka beliau membersihkan mulutnya dengan menggunakan siwak. HR. Bukhori (245) dan Muslim (255).

 

4. Membangunkan Istri Untuk Ikut Sholat Malam

Diriwayatkan dari Aisyah r.a, bahwa ia berkata : "Rosulullah sholallohu alaihi wassalam mengerjakan sholat malam, dan ketika beliau hendak witir, maka beliau berkata, 'Bangunlah dan kerjakanlah sholat witir, wahai Aisyah'." HR. Bukhori (512) dan Muslim (744).

 

 

5. Memulai Sholat Malam dengan Dua Roka'at Ringan

Diriwayatkan dari Aisyah r.a. , bahwa ia berkata : " Rosulullah s.a.w itu jika bangun di malam hari untuk mengerjakan sholat, maka beliau membuka sholatnya dengan mengerjakan sholat dua rokaat ringan." HR. Muslim (767)

Diriwayatkan dari Zaid bin Kholid Al-Juhani r.a, bahwa ia berkata, "Aku pernah mengintip sholat malam yang dikerjakan Rosulullah s.a.w, dan ternyata beliau mengerjakan sholat dua rokaat ringan terlebih dahulu, baru kemudian mengerjakan dua rokaat yang panjang." HR. Muslim (765).

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh r.a , bahwa nabi s.a.w bersabda :
" Jika salah seorang diantara kalian mengerjakan sholat di malam hari, maka hendaklah ia membuka sholatnya dengan dua rokaat ringan."
HR. Muslim (768).

Imam Nawawi mengatakan, " ini merupakan bukti mengenai kesukaan beliau agar bisa lebih giat dan bersemangat lagi pada rokaat - rokaat berikutnya (setelah dibuka dengan dua rokaat ringan)." Shohîh Muslim bi Syarhin Nawawî (IV/54).

Beberapa Tata Tertibnya

Seseorang yang hendak melakukan shalat malam itu disunatkan:

1)      Di waktu akan tidur, hendaklah ia berniat hendak bangun untuk bershalat.

2)      Berusaha menghilangkan kantuk itu dari mukanya di kala bangun, kemudian bersuci.

3)      Sebaiknya shalat malam itu dimulai dengan mengerjakan dua rakaat yang ringan dan selanjutnya bolehlah bershalat sesuka hati.

4)      Hendaknya dibangunkan pula keluarga.

5)      Hendaklah menghentikan shalat dulu dan kembali tidur bila terasa sangat mengantuk sampai hilang kantuknya itu.

6)      Hendaknya jangan memberatkan diri. Jadi hendaklah bershalat malam itu tidak sekedar tenaga, tetapi hendaklah mengerjakannya dengan tekun dan jangan sampai meninggalkan kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa.

 

Adapun adab-adab shalat tahajjud adalah sebagai berikut:

1)      Apabila bangun untuk shalat tahajjud maka yang pertama kali adalah berdzikir kepada Allah SWT,

2)      Apabila bangun shalat tahajjud maka berwudhulah dan bersiwaklah karena itu adalah salah satu adab-adab dalam shalat tahajjud.

3)      Sebagian para ulama berpendapat bahwa apabila bangun pada malam hari hendaknya mandi. Kebiasaan Abdul Azis bin Zakaria dan kawan-kawannya, yaitu setiap malam setelah shalat isya mandi untuk beribadah karena mandi sebelum shalat tahajjud adalah lebih baik.

4)      Memakai wangi-wangian dan memakai pakaian yang bagus.

5)      Setelah semua yang telah disebutkan di atas dilaksanakan maka bentangkan sajadah dan berdirilah menghadap kiblat dengan penuh khusu dan khudu. Kemudian bacalah doa sebagaimana yang terdapat dalam berbagai hadits. Setelah itu mulailah shalat.

6)      Pada waktu shalat tahajjud yakni pada waktu ruku, berdiri, dan sujud hendaknya setiap bacaannya dibaca satu kali, sebagaimana telah diriwayatkan dari Rasulullah saw.

7)      Hendaklah membaca Al-qur’an dengan tartil.

8)      Hendaklah berdo’a ketika mendengar ataupun membaca ayat rahmat atau ayat azab.

9)      Ketika melaksanakan shalat tahajjud, hendaklah tawajjuh pada Allah dengan sempurna dan hendaklah menangis.

10)  Apabila datang kantuk maka tidurlah.

11)  Kalau tertinggal bangun malam (shalat tahajjud) maka hendaklah menggantinya pada siang hari hal ini juga termasuk adab.

12)  Berniat untuk bangun malam (shalat tahajjud) sebelumnya, karena kalau tertidur terus (sehingga tidak bangun), Allah akan memberikan juga pahala shalat tahajjud.

13)  Barang siapa meyakini akan bangun pada akhir malam maka sunnah baginya mengakhirkan shalat witir.

 

Masalah-masalah tahajjud secara fiqh:

1)      Menurut para fuqaha (ulama ahli fiqh) shalat tahajjud adalah mustahab, dan mereka menggolongkannya pada mandubat lail (amalan sunnah di malam hari). Akan tetapi qadhi tsanaullah mencatatnya sebagai sunnah muakadah (sunnah yang dikuatkan/ditekankan).

2)      Para fuqaha pada umumnya berpendapat bahwa shalat tahajjud sekurang-kurangnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya delapan rakaat. Akan tetapi pada sebagian riwayat di jelaskan juga dua belas rakaat dan tidak ada sumbernya lebih dari dua belas rakaat.

3)      Orang yang sudah biasa istiqomah melakukan shalat tahajjud maka makruh meninggalkannya jika tanpa udzur (halangan)

4)      Berdasarkan hasil fatwa ulama shalat tahajjud lebih utama dilakukan dua rakaat dua rakaat.

5)      Shalat tahajjud pada sepertiga malam yang akhir adalah lebih utama.

MOTIVASI BELAJAR

MOTIVASI BELAJAR

 

 

  1. 1.      Pengertian Dan Pentingnya Motivasi Belajar
    1. A.    Pengertian Motivasi

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk meninjau dan memehami motivasi, yakni ; (1). Motivasi dipandang suatu proses.  (2). Menentukan karakteristik proses ini berdasarkan petunjuk – petunjuk tingkah laku seseorang.

 Komponen – komponen motivasi. Motivasi memiliki dua komponen, yakni komponen dalam dan komponen luar. Komponen dalam ialah kebutuhan – kebutuhan yang ingin dipenuhi, sedangkan komponen luar adalah tujuan yang hendak dicapai.

Analisis motivsi. Antara kebutuhan – motivasi – perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan terdapat hubungan dan kaitan yang erat. Setiap perbuatan disebabkan oleh motivasi. Adanya motivasi karena sesorang merasakan adanya kebutuhan dan untuk mencapai tujuan tertentu pula. Apabila tujuan terapai maka ia akan puas.

 

  1. B.     Pentingnya Motivasi Dalam Upaya Belajar Dan Pembelajaran

Motovasi dianggab penting dalam upaya belajar dan pembelajaran dilihat dari segii fungsi dan nilainya atau manfatnya. Fungsi motivasi adalah :

  1. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
  2. Motivsi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
  3. Motivasi berfungsi sebagi penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi seseorang akan mentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

 

Guru bertanggung jawab melaksanakan sistem pembelajaran agar hasil dengan baik. Keberhasilan ini bergantung pada upaya guru membengkitkan motivasi belajar siswanya. Pada garis besarnya motivasi mempunyai nilai – nilai sebagai berikut :

  1. Motivasi menentukan tingkat keberhasilan atau gagalnya kegiatan belajar siswa.
  2. Pembelajarn yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif, dan minat yang ada pada diri siswa.
  3. Berhsil atau gagalnya dalam membangkitkan dan menadayagunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas.
  4. Penggunaan asas motivasi merupakan suatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran.

 

 

  1. 2.      Jenis Dan Sifat Motivasi
    1. Jenis Motivasi

Motivasi banyak jenisnya. Para ahli mengadakan pembagian jenis motivasi menurut teorinya masing – masing. Dari keseluruhan teori motivasi, dapat diajukan tiga pendekatan untuk menentukan jenis – jenis motivasi, yakni : (1) pendekatan kebutuhan; (2). Pendekatan fungsional; (3). Pendekatan diskriptif

 

  1. Sifat Motivasi

Berdasarkan pengertian dan analisi motivasi yang dikemukakan di atas, pada pokoknya motivasi memiliki dua sifat, yakni motifasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dati kebutuhan dan tujuan – tujuan siswa sendiri. Motivasi ini sering disebut motivasi murni. Motivasi ini timbul dan tumbuh tanpa pengaruh dari luar.

Motivasi ekstrinsik adala motivasi yang disebabkan oleh faktor – faktor dari luar situasi belajar, sepeti ; angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali. Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah, sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan siswa. Dalam keadaan ini, siswa perlu diberi motivasi oleh guru.

 

  1. 3.      Perbedaan Individual

Berdasarkan penelitian yang seksama tentang upaya yang mendorong motivasi belajar siswa, khususnya pada sekolah yang menganut pandangan domokrasi pendidikan dan yang mengacu pada pengembangan self motivation. Kenneth H. Hoover, mengemukakan prinsip – prinsip motivasi belajar, sebagai berikut :

  1. Pujian lebih efektif dari pada hukuman
  2. Para siswa memiliki kebutuhan psikologis yang perlu mendapat kepuasan
  3. Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu lebih efektif dari pada yang bersumber dari luar.
  4. Tingkah laku yang serasi ( sesuai dengan keinginan ) perlu dilakukan penguatan
  5. Motivasi mudah menjalar kepada orang lain
  6. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan – tujuan akan merangsang motivasi belajar
  7. Tugas – tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk melaksanakannya daripada tugas – tugas yang dipaksakan dari luar.
  8. Ganjaran yang berasal dari luar kadang – kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat belajar.
  9. Minat khusus yang dimiliki siswa bermanfaat dalam belajar dan pembelajaran
  10. Tugas – tugas yang terlampau sulit bagi siswa dapat menyebabkan frustasi pada siswa.
  11. Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan kreativitas

 

  1. 4.      Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar

Secara umum guru wajib berupaya sekeras mungkin untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. De Cecco & Crawford (1977) memaparkan uapaya – upaya yang harus dilakukan oleh guru guna meningkarkan motivasi belajar siswa.

  1. Upaya menggerakkan motivasi
  2. Upaya pemberian harapan
  3. Upaya pemberian intensif
  4. Upaya pengaturan tingkah laku siswa