Hukum
aborsi
1.
Definisi Aborsi
Definisi aborsi dalam istilah syari’at adalah kematian janin atau keguguran
sebelum sempurna, walaupun janin belum mencapai usia enam bulan.
Dapat disimpulkan bahwa aborsi secara syari’at tidak melihat kepada
usia kandungan, namun melihat kepada kesempurnaan bentuk janin tersebut.
Sebaga wanita muslimah, berdasarkan syari’at islam kita mengemban amanah
terhadap kehamilan yang allah ciptakan dalam rahim kita. Maka kita jangan menyembunyikan itu.
Allah berfirman:
Yang artinya : ’’tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan allah dalamrahim mereka, jika mereka benar-benar beriman
kepada allah dan hari akhir.’’ (Qs.al-Baqarah:228)
Janganlah kita merekayasa untuk menggugurkan kandungan dan terbebas
darinya dengan cara apapun. Sesungguhnya allah memberi rukhsah (keringanan)
bagi kita untuk tidak berpuasa dibulan ramadhan ,jika puasa memberatkan kita saat
hamil, atau puasa itu membahayakan kehamilan
kita
.
2.
Praktik Aborsi dan Sanksi
Praktik-praktik aborsi yang terjadi hampir merata dizaman ini adalah
praktik yang diharamkan. Jika kehamilan itu sudah masuk masa ditiupkannya ruh pada
janin dan mati oleh sebab aborsi, maka hal
itu di anggap pembunuhan nyawa yang diharamkan oleh allah untuk dibunuh secara tidak
haq.
Dengan demikian ia terkena sanksi pidana berupa kewajiban membayar diyat
(denda atas tindak pembunuhan atau melukai) yang nilainya telah ditentukan. Atau berupa kewajiban membayar tebusan,
menurut sebagian ulama’ dengan memerdekakan seorang hamba sahaya mu’min. jika tidak
mendapatkan itu, ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Sehingga ulama’
menyebut praktik semacam ini sebagai mau’udah (jenis ringan mengubur bayi hidup-hidup).
Syaikh muhammad bin _rahimahullah_ berkata dalam majmu’ fatwa-nya:
upaya menggugurkan kandungan
adalah tidak boleh, selama belum jelas kematiannya.
Jika nyata kematiannya, hal itu boleh.
Majelis hai’at kibar al’ulama’ (riyadah, saudi arabia) mengeluarkan
surat keputusan fatwa sebagai berikut:
1)
Tidak
boleh menggugurkan kandungan, sejak fase pertama hingga berikutnya, kecuali ada
alasan yang dibenarkan oleh syari’at, dan itu pun hanya boleh dalam batas lingkup
yang sangat sempit.
2)
Jika
kandunggan itu dalam fase empat puluh hari pertama, sedang alas an penggugurannya
adalah lantaran khawtir menghadapi kesulitan memelihara anak, atau lantaran tidak
mampu memikul biaya kehidupan keseharian dan pendidikan mereka, atau demi
masadepan mereka, atau merasa cukup dengan anak yang ada dari dua mempelai itu,
maka ini tidak boleh.
3)
Tidak
boleh menggugurkan kandungan jika telah menjadi ‘alaqoh (cairan rekat) atau mudhghah
(segumpal daging) sebelum tim medis yang terpercaya memutuskan bahwa kehamilan itu
berlanjut, akan membahayakan keselamatan ibunya, yaitu dikhwatirkannya berdampak
kematiannya jika berlanjut, maka boleh menggugurkannya setelah berbagai saran
dan upaya medis untuk menepis bahaya itu.
4)
Setelah
fase ketiga (empat puluh hari yang katiga), yaitu setelah sempurna empat bulan kandungan,
tidak boleh menggugurkannya, sebelum tim medis spesialis terpercaya memutuskan bahwa
tetapnya keberadaan janin di perut ibu akan berdampak kematiannya. Hal itu pun
setelah berbagai saran dan upaya medis untuk menyelamatkan nyawanya.
Dalam kitab Risalah fi ad-dima’ at-thabi ‘iyyahlin-nisa’ oleh syekh muhammad bin shalehal_utsmani,
beliau menyebutkan: Apabila tujuan pengguguran itu adalah memusnahkannya, jika hal
itu setelah ditiupkannya ruh padanya, maka tanpa diragukan, adalah haram
hukumnya. Karena hal itu adalah menghilangkan nyawa secara tidak baik. Sedangkan
menghilangkan nyawa yang diharamkan untuk dibunuh adalah haram berbasarkan al-Qur’an
dan as-sunnah serta ijma’.
Imam ibn al-jawiz, dalam kitabnya
Ahkam an-nisa’, hal. 108 dan 109, mengatakan: nikah disyari’atkan untuk memperoleh
anak, dan tidaklah setiap seperma dapat menjadi anak. Karena itu, jika telah berbentuk
berarti telah tercapai tujuan itu.maka kesengajaan menggugurkan adalah menyalahi
hikmah. namun , jika hal itu dilakukan pada permulaan fase kehamilan maka berarti
sebelum ditiupkannya ruh padanya, itu pun mengandung dosa besar. Karena embrio itu
terus tumbuh berkembang menuju kesempurnaan. Hanya saja, pengguguran di fase itu
lebih ringan dosanya dari pada di fase setelah ditiupkannya ruh. Jika wanita itu
sengaja menggugurkan janin setelah memiliki ruh, maka hal itu sama dengan membunuh
seorang mu’min Allah befirman:
Yang artinya: ’’Apabila bayi-bayi
perempuan yang dikubur hidup-hidup itu ditanya, atas dosa apakah ia
dibunuh.’’(Qs.At-Takwir:8-9)
Wahai wanita muslimah, bertaqwalah kepada allah. Janganlah berani melakukan
perilaku dosa semacam itu karena tujuan apapun. dan janganlah tertipu oleh
propaganda-propaganda yang menyesatkan dan tradisi batil yang tidak bersandar pada
akal sehat maupun agama.
No comments:
Post a Comment