Friday, January 30, 2015

Hukum aborsi

Hukum aborsi

1.      Definisi Aborsi
Definisi aborsi dalam istilah syari’at adalah kematian janin atau keguguran sebelum sempurna, walaupun janin belum mencapai usia enam bulan.
Dapat disimpulkan bahwa aborsi secara syari’at tidak melihat kepada usia kandungan, namun melihat kepada kesempurnaan bentuk janin tersebut.
Sebaga wanita muslimah,  berdasarkan syari’at islam kita mengemban amanah terhadap kehamilan  yang  allah ciptakan dalam  rahim  kita.  Maka kita jangan menyembunyikan itu.                                                        
Allah berfirman:

Yang  artinya : ’’tidak boleh mereka menyembunyikan apa  yang  diciptakan  allah  dalamrahim mereka, jika mereka benar-benar beriman kepada allah dan hari akhir.’’ (Qs.al-Baqarah:228)

Janganlah kita merekayasa untuk menggugurkan kandungan dan terbebas darinya dengan cara apapun. Sesungguhnya allah memberi rukhsah (keringanan) bagi kita untuk tidak berpuasa dibulan ramadhan ,jika puasa memberatkan kita saat hamil,  atau puasa itu membahayakan kehamilan kita
.
2.      Praktik Aborsi dan Sanksi
Praktik-praktik aborsi yang terjadi hampir merata dizaman ini adalah praktik yang diharamkan. Jika kehamilan itu sudah masuk masa ditiupkannya ruh pada janin dan mati oleh sebab aborsi,  maka hal itu di anggap pembunuhan nyawa yang diharamkan oleh allah untuk dibunuh secara tidak haq.
Dengan demikian ia terkena sanksi pidana berupa kewajiban membayar diyat (denda atas tindak pembunuhan atau melukai) yang nilainya telah ditentukan.  Atau berupa kewajiban membayar tebusan, menurut sebagian ulama’ dengan memerdekakan seorang hamba sahaya mu’min. jika tidak mendapatkan itu, ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Sehingga ulama’ menyebut praktik semacam ini sebagai mau’udah (jenis ringan mengubur bayi hidup-hidup).

Syaikh muhammad bin _rahimahullah_ berkata dalam majmu’ fatwa-nya:
 upaya menggugurkan kandungan adalah tidak boleh, selama belum jelas kematiannya.
Jika nyata kematiannya, hal itu boleh.

Majelis hai’at kibar al’ulama’ (riyadah, saudi arabia) mengeluarkan surat keputusan fatwa sebagai berikut:
1)      Tidak boleh menggugurkan kandungan, sejak fase pertama hingga berikutnya, kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh syari’at, dan itu pun hanya boleh dalam batas lingkup yang sangat sempit.
2)      Jika kandunggan itu dalam fase empat puluh hari pertama, sedang alas an penggugurannya adalah lantaran khawtir menghadapi kesulitan memelihara anak, atau lantaran tidak mampu memikul biaya kehidupan keseharian dan pendidikan mereka, atau demi masadepan mereka, atau merasa cukup dengan anak yang ada dari dua mempelai itu, maka ini tidak boleh.
3)      Tidak boleh menggugurkan kandungan jika telah menjadi ‘alaqoh (cairan rekat) atau mudhghah (segumpal daging) sebelum tim medis yang terpercaya memutuskan bahwa kehamilan itu berlanjut, akan membahayakan keselamatan ibunya, yaitu dikhwatirkannya berdampak kematiannya jika berlanjut, maka boleh menggugurkannya setelah berbagai saran dan upaya medis untuk menepis bahaya itu.
4)      Setelah fase ketiga (empat puluh hari yang katiga), yaitu setelah sempurna empat bulan kandungan, tidak boleh menggugurkannya, sebelum tim medis spesialis terpercaya memutuskan bahwa tetapnya keberadaan janin di perut ibu akan berdampak kematiannya. Hal itu pun setelah berbagai saran dan upaya medis untuk menyelamatkan nyawanya.

Dalam kitab Risalah fi ad-dima’ at-thabi ‘iyyahlin-nisa’  oleh syekh muhammad bin shalehal_utsmani, beliau menyebutkan: Apabila tujuan pengguguran itu adalah memusnahkannya, jika hal itu setelah ditiupkannya ruh padanya, maka tanpa diragukan, adalah haram hukumnya. Karena hal itu adalah menghilangkan nyawa secara tidak baik. Sedangkan menghilangkan nyawa yang diharamkan untuk dibunuh adalah haram berbasarkan al-Qur’an dan as-sunnah serta ijma’.

Imam ibn  al-jawiz, dalam kitabnya Ahkam an-nisa’, hal. 108 dan 109, mengatakan: nikah disyari’atkan untuk memperoleh anak, dan tidaklah setiap seperma dapat menjadi anak. Karena itu, jika telah berbentuk berarti telah tercapai tujuan itu.maka kesengajaan menggugurkan adalah menyalahi hikmah. namun , jika hal itu dilakukan pada permulaan fase kehamilan maka berarti sebelum ditiupkannya ruh padanya, itu pun mengandung dosa besar. Karena embrio itu terus tumbuh berkembang menuju kesempurnaan. Hanya saja, pengguguran di fase itu lebih ringan dosanya dari pada di fase setelah ditiupkannya ruh. Jika wanita itu sengaja menggugurkan janin setelah memiliki ruh, maka hal itu sama dengan membunuh seorang mu’min  Allah befirman:

Yang  artinya: ’’Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup itu ditanya, atas dosa apakah ia dibunuh.’’(Qs.At-Takwir:8-9)
Wahai wanita muslimah, bertaqwalah kepada allah. Janganlah berani melakukan perilaku dosa semacam itu karena tujuan apapun. dan janganlah tertipu oleh propaganda-propaganda yang menyesatkan dan tradisi batil yang tidak bersandar pada akal sehat maupun agama.

No comments:

Post a Comment